Rabu, 24 November 2010

Camar


sang surya beranjak ke ufuk barat perlahan-lahan menghilang di balik kegelapan
induk camar beranjak keperaduan dengan kelelahan hari terseok-seok ia mengepakan
sayapnya yang tlah patah, patah karna goresan luka duri-duri cinta
mungkinkah luka itu sangat dalam hingga meninggalkan luka menganga hingga  mengalirkan darah
adakah  sang waktu akan berpihak padanya kelak untuk mengobati luka itu?
entahlah semua masih terus menjadi teka-teki yang belum pasti

camar itu  pernah membangun sebuah sangkar cinta nan indah
dia sulam ranting demi ranting kepercayaan itu menjadi pintalan harapan sebagai dindingnya
dia susun daun-daun ketulusan kasih sayang itu menjadi alas sangkar cintanya
dia hiasi dengan berbagai keharuman bunga cinta yang agung agar kelak sangkar
cintanya mampu memberikan rasa nyaman pada  penghuninya
dia gantungakan asa setinggi langit di angkasa demi sebuah sangkar impiannya

namun apa hendak di kata badai prahara cinta itu datang
 memporak porandakan sangkar impiannya
tiupan angin topan ketidak setiaan itu tlah mengikis habis pintalah kepercayaan itu
 keegoisan itu tlah menghanyutkan semua asa yang pernah ada
perlahan-lahan wangi bunga cinta itu pun layu dan tak lagi menyebarkan aroma keharuman

dari kejauhan sang camar hnya mampu menatap dengan pilu
sangkar cinta yang dia bagun bertahun-tahun hancur tanpa sempat dia menempatinya
perlahan-lahan camar itu kembali membangun sebuah impian dan harapan
dengan sisa-sisa kepercayaan dan sedikit rasa takut dan trauma
namun dia harus bisa kembali bangkit demi melanjutakan mimpinya akan sebuah
sangkar cinta walau di liputi keraguaan namu dia menanamkan kepercayaan
bahwa dia mampu memiliki sangkar cinta sederhana namun mampu menetramkan
dan melindungi dirinya dan anak-anaknya kelak, semoga camar itu tak kan
 lagi merasakan apa itu
kekecewaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar